DAN KETIKA YAHUDI LEBIH FUNDAMENTAL DARIPADA ISLAM
Assalamu’alaikum.wr.wb saudaraku…
Saat ini Afif lagi ada di kosant sendirian. Hari ini ngga ada kelas, mata kuliah udah abis. Tinggal nunggu UAS doang. Udah lama ngga nulis – nulis di blog. N terbersit lah judul nan panjang diatas. Sebenarnya itu cuma pikiran personal dalam diri Afif ketika melihat realita yang ada di sekitar kita.
Gempuran Israel terhadap Palestina tentu belum sirna dalam ingatan kita. Ribuan saudara kita mendapatkan syahid disana. Media massa telah mengambil peranannya untuk mengabarkan kepada kita tentang kebiadaban Israel. Lembaga – lembaga social, ormas masyarakat, kampus – kampus, mesjid – mesjid menghimpun dana untuk membantu para korban disana. Namun kebanyakan dari kita jarang menanyakan apa sebenarnya motif Israel menggempur Palestina selama kuran lebih 3 minggu yang menyebabkan ribuan saudara kita syahid dan sebagian besar diantaranya adalah wanita dan anak – anak.
Media massa umumnya menceritakan bahwa ini karena perseteruan HAMAS dengan Israel tanpa ada unsur perang Ideologis. Bisakah kita mentolerir alasan Israel menggempur Palestina untuk menghancurkan HAMAS, namun pada kenyataannya wanita dan anak – anak yang banyak terbunuh, mesjid – mesjid, rumah sakit, sekolah – sekolah, perumahan penduduk yang jadi sasaran tembak.
Jauh dibelakang itu semua, ada sebuah latar belakang yang memotivasi kaum Zionist untuk membumi hanguskan bumi Islam Palestina. Sebuah rujukan yang mereka implementasikan secara “kaffah”, itulah “Doktrin Talmud”. Kitab kaum Zionist dalam melatar belakangi gerak juangnya. Mereka tidak segan – segan untuk merealisasikan nilai – nilai fundamental yang ada dalam kitab tersebut. Yang menjadi pertanyaannya adalah apa sih isi dari Talmud sehingga membuat Yahudi menjadi manusia keji? Ini kurang lebih isinya :
Menganiaya seorang Yahudi Sama Dengan Menghujat Tuhan
Sanhedrin 58b, “Jika seorang kafir menganiaya seorang Yahudi, maka orang kafir itu harus dibunuh”.
Orang Yahudi Mempunyai Kedudukan Hukum yang Lebih Tinggi
Baba Kamma 37b, “Jika lembu seorang Yahudi melukai lembu kepunyaan orang Kanaan, tidak perlu ada ganti rugi; tetapi ,jika lembu orang Kanaan sampai melukai lembu kepunyaan orang Yahudi maka orang itu harus membayar ganti rugi sepenuh-penuhnya”.
Orang Yahudi Boleh Merampok atau Membunuh Orang Non-Yahudi
Sanhedrin 57a, “Jika seorang Yahudi membunuh seorang Cuthea (kafir), tidak ada hukuman mati,
Apa yang sudah dicuri oleh seorang Yahudi boleh dimilikinya”.
Baba Kamma 37b, “Kaum kafir ada di luar perlindungan hukum, dan Tuhan membukakan uang mereka kepada Bani Israel”.
Orang Yahudi Boleh Berdusta kepada Orang Non-Yahudi
Baba Kamma 113a, “Orang Yahudi diperbolehkan berdusta untuk menipu orang kafir”.
Yang Bukan-Yahudi adalah Hewan di bawah Derajat Manusia
Yebamoth 98a, “Semua anak keturunan orang kafir tergolong sama dengan binatang”.
Abodah Zarah 36b, “Anak-perempuan orang kafir sama dengan ‘niddah’ (najis) sejak lahir”.
Abodah Zarah 22a – 22b, “Orang kafir lebih senang berhubungan seks dengan lembu”.
Genosida Dihalalkan oleh Talmud
Perjanjian Kecil, Soferim 15, Kaidah 10, “Inilah kata-kata dari Rabbi Simeon ben Yohai, ‘Tob shebe goyyim harog’ (“Bahkan orang kafir yang baik sekali pun seluruhnya harus dibunuh”). Orang-orang Israeli setiap tahun mengikuti acara nasional ziarah ke kuburan Simon ben Yohai untuk memberikan penghormatan kepada rabbi yang telah menganjurkan untuk menghabisi orang-orang non-Yahudi2.
Di Purim, pada tanggal 25 Februari 1994 seorang perwira angkatan darat Israel, Baruch Goldstein, seorang Yahudi Orthodoks dari Brooklyn, membantai 40 orang muslim, termasuk anak-anak, tatkala mereka tengah bersujud shalat di sebuah masjid. Goldstein adalah pengikut mendiang Rabbi Meir Kahane, yang menyatakan kepada kantor berita CBS News, bahwa ajaran yang dianutnya mengatakan orang-orang Arab itu tidak lebih daripada anjing, sesuai ajaran Talmud”.3 Ehud Sprinzak, seorang profesor di Universitas Jerusalem menjelaskan tentang falsafah Kahane dan Goldstein, “Mereka percaya adalah teiah menjadi iradat Tuhan, bahwa mereka diwajibkan untuk melakukan kekerasan terhadap ‘goyyim’, sebuah istilah Yahudi untuk orang-orang non-Yahudi”.4
Rabbi Yizak Ginsburg menyatakan, “Kita harus mengakui darah seorang Yahudi dan darah orang ‘goyyim’ tidaklah sama”.5 Rabbi Jacov Perrin berkata, “Satu juta nyawa orang Arab tidaklah seimbang dengan sepotong kelingking orang Yahudi”.6
Itulah kurang lebih isi dari kitab Talmud yang merepresentasikan polah dan tingkah orang Yahudi. Mereka secara sadar mengimplementasikan nilai – nilai Talmud dalam kehidupan sehari – hari. Banyak orang Yahudi menjadi seorang professor untuk membuat persenjataan muktahir untuk menopang nilai – nilai Talmud, menjadi bisnisman fastfood yang berbagai mereknya telah akrab di telinga kita yang sebagian besar keuntungannya mereka “sumbangkan” untuk membiayai misi Zionist, menjadi sutradara film yang filmnya bercerita tentang pembelaan kaum Zionist. Menjadi pemusik handal yang liriknya mengusung ide – ide Talmud dan banyak lagi profesi – profesi lain yang membuat mereka berprestasi dalam bidangnya dan mempunyai pengaruh besar terhadap ideologi mereka.
Maka disinilah paradoks – paradoks kita sebagai umat Islam bermunculan. Kita yang mengaku umat Islam kadang malu untuk menunjukan identitas keislaman kita. Menjadi manusia seadanya tanpa adanya motivasi dari Islam. Menjadi manusia yang skeptis terhadap agamanya sendiri, phobia terhadap hukum – hukumnya, bahkan menghujat dan mengkritisinya secara tidak proporsional. Bahkan berpendapat bahwa nilai – nilai fundamental dalam Islam, seperti kekhalifahan contohnya menjadi hal yang utopis. Duhai saudaraku, tidak kah kita melihat kaum Yahudi di sana saja berani untuk mendirikan Negara Israel diatas tanah Palestina? Walaupun dengan berliter –liter darah, dengan kebatilan yang nyata – nyata terlihat.
Maka disinilah pertanyaan mendasarnya, ketika mereka lebih fundamental daripada Islam, ketika mereka lebih militan daripada Islam, ketika mereka lebih pintar daripada Islam, ketika mereka lebih menguasai teknologi daripada Islam, ketika mereka lebih berkuasa dalam ekonomi riba daripada kita dalam ekonomi syariah, ketika mereka lebih taat terhadap hukum Talmud daripada ketaatan kita terhadap hukum al-Quran, ketika mereka tidak mempunyai suri tauladan dan kita memilikinya, yaitu Baginda Muhammad SAW, dan ketika mereka bangga dan percaya diri dengan kebatilannya, maka mengapa kita tidak bangga dan percaya diri terhadap kesempurnaan agama kita yang Haq? TANYA KENAPA???
Read Full Post »