Feeds:
Posts
Comments

Ikatan Emosional

Mungkin pernah kita menyimpan barang yang sama sekali tidak memiliki nilai ekonomis dan mudah ditemukan dimana saja. Namun bagi kita amat sangat berharga. Sama-sama buku tulis, yang satu masih terbungkus plastik bening rapih dan bersih. Sedangkan yang satu lagi buku tulis berdebu, di bagian bawahnya terdapat bercak bekas kena air hujan, penuh coretan catatan semasa kuliah. Jika disuruh memilih bahwa salah satu dari buku tersebut akan dimusnahkan. Mana yang anda relakan untuk dimusnahkan? Sebagian kita mungkin bilang buku baru yang masih bersih saja. Lucu ya.

Sama-sama jam tangan, yang satu jam tangan original bermerk dan masih bersegel dengan harga diatas 1 juta rupiah. Sedangkan satunya lagi jam tangan plastik, hadiah naik kelas saat duduk di kelas 1 SMP, dikenakan setiap hari dari SMP sampai lulus kuliah masih berfungsi dengan baik. Relakah kita tukar jam plastik tersebut dengan jam tangan bermerk tersebut? Sebagian kita mungkin bilang tidak rela. Lucu ya.

Setiap kita memiliki kisah dan cerita dalam hidup. Makna dari kisah-kisah itu tersemat ke dalam berbagai wujud benda-benda yang mengiringi cerita kita. Nilai-nilai historis yang hendak dikenang-kenang secara begitu saja terikat dalam benda-benda yang sebetulnya biasa saja. Dan hebatnya benda-benda biasa tersebut menjelma menjadi amat berharga dan mengikat kita secara emosional.

IMG_20140502_210234

 Begitu pun saya. Gambar diatas hanya sebuah sepeda motor. Bukan barang antik. Jumlahnya banyak dipasaran. Namun memiliki ikatan emosional yang mendalam bagi saya. Mengapa? Karena motor tersebut pemberian dari almarhum Bapak. Hal tersebut menjadikan motor tersebut bukan sekadar motor. Ia menjadi sebagai prasasti bagi seorang anak yang ingin mengenang-kenang kebaikan orang tuanya.

Allahummagh firli wali walidaya war hamhuma rabbayani shaghiran

Hari Buku

Sadar.

Udah lama gak namatin satu buah buku pun dalam dua bulan ini. Ada beberapa buku yang sedang dibaca, tapi itu belum semuanya dibaca. Yang pertama buku dari Jason Jennings,

indexBukunya menceritakan tentang “Bagaimana perusahaan dapat meningkatkan pendapatannya secara konsisten dan langgeng?” Sedikit perusahaan yang mampu meningkatkan profit secara terus menerus. Pada buku ini, Jason Jennings bersama timnya melakukan riset terhadap 70 ribu perusahaan yang ada di Amerika. Dan diambilah 8 perusahaan yang paling representatif terhadap studi kasus yang diangkat. Dari 8 perusahaan tersebut diungkapkan satu per satu kunci sukses mereka dalam meningkatkan pendapatan mereka. 8 perusahaan tersebut memiliki pola yang sama. Riset yang serius, buku yang menarik!

Buku yang kedua adalah

17570865Buku ini merupakan jawaban bagi mereka yang terlalu sering membaca buku karakter building dan manajemen barat yang kering dari sentuhan spiritual. Buku ini hendak mengkomparasikan pemikiran Dale Carnegie dengan nilai – nilai yang ada pada Islam. Kemudian menyempurnakannya.

Dan ada buku yang sangat ingin saya baca selanjutnya, yaitu

dbinferno

Dari akhir tahun kemarin buku ini keluar, namun saya belum ke toko buku lagi sampai sekarang.

Quotes yang amat menginspirasi, “Jika kau bukan anak raja, menulislah!” ~ Imam Al-Ghazali. Karena memang begitulah, sejarah mencatat karya yang dituangkan. Pemikiran yang sudah terbukukan. Selama “ide” masih ada dalam kepala anda, ia belum dianggap ada di dunia.

Selamat hari buku 2014! Banyakin bacanya, dikitin nonton filmnya.

Positif

Semua orang tentu ingin hidup dalam kondisi jiwa yang tentram. Kondisi dimana kebahagiaan tumbuh subur yang kemudian mengundang rasa syukur yang terus menerus tumbuh menjadi besar. Jika rasa syukur akan mengundang kesyukuran yang lain, tentu rasa kufur juga akan mengundang kekufuran yang lain.

Saat ini saya sedang menuntaskan buku “Terapi Berpikir Positif” karya Dr. Ibrahim. Pada buku tersebut setidaknya saya bisa memahami bahwa segala sesuatunya bermula dari pikiran. Sesungguhnya ia adalah setir kemudi yang mengarahkan pada tujuan. Bukankah pikiran positif timbul dari hati yang bersih? Hati yang penuh tawakal kepada Allah dan menjadikan Dia adalah satu-satunya sandaran maha kokoh.

Tabiat pikiran sama seperti impuls listrik pada komputer, jika tidak dalam keadaan bertegangan (dinotasikan 1 pada bilangan binner) maka dalam keadaan tanpa tegangan (dinotasikan 0). Pikiran juga begitu, kita tidak bisa memikirkan sesuatu pada saat yang bersamaan. Jika sedang tidak memikirkan hal positif, berarti sedang memikirkan hal negatif. Tidak ada.kondisi netral, jika tidak negatif berarti positif.

Beberapa faktor yang mempengaruhi cara berpikir menurut buku tersebut ada sebelas, diantaranya kehidupan masa lalu, faktor internal, faktor eksternal, rutinitas yang negatif, konsentrasi pada sesuatu hal.

Hemat saya megendalikan pikiran merupakan keahlian yang harus terus diasah setiap hari. Fokus pada hal-hal yang mengundang syukur dengan terus bertakwa kepada Allah merupakan salah satu kunci melatih kemampuan berpikir positif.

#catatan #malam

Al-Hambra

Saya biasanya suka menyebar buku-buku yang belum dibaca di penjuru rumah. Ada yang disamping tempat tidur, di ruang tamu, di ruang tengah. Dengan maksud buku-buku tersebut dijadikan selingan di sudut manapun saya berada dalam rumah. Jadi jika ada waktu untuk bengong, saat itulah saya meraih buku dalam jangkauan terdekat. Membaca beberapa judul sekaligus juga merupakan cara saya mengatasi kebosanan dalam membaca, untuk variasi biasanya genrenya pun saya bedakan, fiksi dan non fiksi.

Saat ini sedang membaca novel “99 cahaya di eropa”. Karya dari Hanum Rais beserta suami. Buku yang menceritakan peninggalan kejayaan islam yang masih tertinggal di eropa. Betapa terdapat sebuah kontradiksi, cahaya ilmu pengetahuan muncul ketika eropa meninggalkan agamanya. Sedangkan di bumi bagian timur cahaya ilmu pengetahuan muncul ketika masyarakat termotivasi oleh nilai-nilai Islam yang kaffah.

Tidak heran jika eropa saat ini banyak yang agnostik (percaya ada kekuatan maha besar dalam dunia ini, namun antipati terhadap agama). Sehingga bermuara pada pandangan sekular dan liberal. Mendikotomisasikan peran agama dan negara. Agama tidak boleh ikut serta pada urusan sosial, budaya, ekonomi, hukum, pertahanan dan keamanan.

Namun sisa fakta sejarah di Cordoba dan Andalusia berkata lain. Karena dimotivasi oleh nilai-nilai agama lah (baca: islam) suatu citizen mampu mengkonstruksi peradaban dengan norma-norma luhur sehingga terciptanya masyarakat yang adil, damai, toleran, sejahtera, dan bersemangat dalam ilmu pengetahuan.

Istana Al-Hambra, dengan segala kemegahan arsitekturnya keindahan seni kaligrafinya menjadi saksi bisu terhadap betapa majunya peradaban saat itu. Namun  seperti yang kawan saya pernah katakan, “Umat terdahulu telah memperjuangkan apa yang mereka perjuangkan dahulu dan mereka juga telah menuai hasilnya. Itu tetap menjadi amal mereka. Sedangkan umat sekarang harus memperjuangkan amal mereka sendiri” . Saya menangkap pesannya, bahwa kejayaan tidak serta merta terulang dengan terus menerus mengenang romantika masa lalu tanpa diambil tindakan nyata pada konteks kekinian.

Ya, suatu saat semoga saya bisa kesana, Al-Hambra. Sekedar menapak tilas hasil kerja umat terdahulu. Mengambil saripati hikmahnya. Kemudian melanjutkan estafet warisan peradaban.

Udah lama install apps wordpress di hape. Tapi baru sekarang coba pengen explore. Dan tulisan ini merupakan salah satu uji coba pertama saya. Seringnya gak sempet nulis karena alasan tempat, males buka laptop. Tapi sekarang sepertinya tak boleh lagi ada alasan untuk itu. Sepakat ya? 🙂

Ceritanya om saya menemukan sepenggal sejarah tentang desanya di internet. Jarang sekali ada literatur yang mengungkapkan sedemikian rinci tentang desa para orang tua kami dahulu. Mengingat cerita yang tersampaikan hanya berupa tacit knowledge, dari mulut ke mulut. Tidak terdokumentasikan, hanya mengandalkan memori otak saja.

Hal tersebut cukup menjadi perbincangan hangat saat keluarga besar kami berkumpul. Saya sendiri sangat minim pengetahuan tentang sejarah desa kakek nenek saya tersebut. Menyenangkan mengetahui hal-hal yang sebelumnya tidak kita ketahui. Berikut URLnya.

Tester Sushi Bar

Ceritanya hari ini pura – pura jadi tester sushi. Nama tempat makannya Sushi Bar, opening soon di lantai dua FX Senayan. Enaaaak. Tapi ya itu, dikit. 😐

Image

Ini gue lupa namanya, tapi dari kerang pake bumbu gitu. Rasanya lembut, manis, gak amis, trus bumbunya gurih.

Image

Nah, kalo yang ini namanya Caviar Roll apa gitu. Sushi isi udang, trus ditaburin sama caviar, telur ikan yang termashur itu. Sensasi awal gigit caviarnya kenyal-kenyal, gurih. Terus diredam sama nasi gulung sushi yang padat, kemudian beradu padu dengan udang renyah yang segar. Seperti seorang anak kecil yang disuruh berhenti bermain sebentar, ada raut muka kekecewaan si anak kecil, kemudian disuruh main lagi sepuasnya. Si anak girang bukan main. Begitu kira – kira sensasinya.

Sekian. Selamat menutup hari. Salam. 🙂

ahad pagi

Ketika saya menulis ini, subuh masih mengukung langit dengan kesejukan yang menyambar sampai ke balik rongga dada. Terjaga sedari jam satu malam. Dalam benak bergentayangan segala hal yang baru muncul ketika sepi menyelimuti. Tentang hidup, umur, waktu, masa lalu, masa depan, kesia-siaan yang sudah terlewat, segala harapan yang menggantung di langit – langit kamar.

Kesalahan di masa lalu seringkali mengubah cara pandang kita untuk selamanya. Menubah cara pandang dalam melangkahkan kaki ke masa depan. Nasihat “jangan jatuh ke lubang yang sama dua kali” pasti terucap dari orang yang sudah melakukan kesalahan, kemudian menyesal, kemudian melakukan kesalahan lagi, kemudian timbulah penyesalan yang lebih dalam dari yang pertama.

Empati, untuk mengetahui perasaan orang – orang yang lapar kita juga harus mencoba rasanya lapar. Sehingga timbul common feeling bahwa “lapar itu tidak enak, saya gak mau orang – orang di sekitar saya kelaparan”. Untuk orang – orang yang pernah terluka dalam hidupnya. I know that feel bro! Setidaknya sudah ada common feeling bahwa kita tidak akan menyakiti orang lain karena kita sudah tahu rasanya gak enak.

Bangun dan sadar terasa lebih menyenangkan daripada tidur. Terutama ketika saya sadar, banyak hal-hal yang terlewat dalam hidup ini banyak hal-hal yang diinginkan di masa yang akan datang, sedangkan batas umur kita sudah bisa mengira-ngira. 70 tahun masih bisa bernafas sudah syukur alhamdulillah.

Ya sudah, selamat beraktifitas di hari ahad. Setiap detik hidup anda begitu berharga!

Salam.

 

 

 

Image

sumber gambar: google.com

Akhir – akhir ini banyak lalu lintas data film dalam harddisk saya. Mulai dari film rekomendasi sampai film yang judulnya belum pernah saya dengar pun tumplek di harddisk. Alhasil harddisk saya penuh. Saat lenggang, saya coba menonton satu-satu, berharap setelah banyak yang ditonton ada yang bisa dihapus dan bisa menambah ruang kosong harddisk yang semakin sempit. Tapi apa yang terjadi? Kecepatan menonton saya tak sebanding dengan kecepatan film-film baru yang beredar!! produce – consume menjadi tak seimbang.

Lalu saya lihat rak buku di kamar saya. Ada novel yang belum selesai dibaca, padahal bukunya dibeli 3 bulan yang lalu. Ada buku biografi yang belum sempat terbaca juga. Saya sadar, ternyata saya lebih banyak menikmati gambar bergerak daripada teks diam. Padahal yang saya rasakan, input pengetahuan membaca lebih banyak daripada input pengetahuan dari menonton, walau efek fun dari menonton mungkin lebih dominan.

Harus ada yang diubah. Saya filter film-film yang dari segi cerita dan rattingnya bagus saja. Beralih ke film dokumenter yang kaya informasi juga bisa jadi pilihan, selain itu tak lupa punya target buku yang harus diselesaikan. Ayo membaca! *bersihin debu yang nempel di buku*

Image

Di tempat saya bekerja saat ini, ada hal sederhana namun menarik yang ingin saya ceritakan. Di daerah Sudirman terdapat tukang ketoprak langganan saya. Ketoprak tersebut berhasil memikat lidah saya sehingga saya rutin membeli dari tukang ketoprak tersebut (minimal seminggu sekali).

Beberapa waktu lalu saya sempat berbincang dengan tukang ketoprak tersebut. Saya menanyakan “Mas, disini yang jualan ketoprak dimana aja?”. Tukang ketoprak tersebut menjawab, “Disini ada 4 mas”. Saya tanya lagi, “Yang tiga rame juga?”. Dan tukang ketoprak tersebut kembali menjawab, “yaaa.. rame tapi gak serame sini. Orang-orang dari kantor atas juga biasanya juga pada belinya kesini”. Waaah, kok bisa rame yaa..

Tukang ketoprak itu pun membeberkan rahasia yang sebenarnya bukan rahasia jika dicermati. “Ketoprak yang lain togenya gak mateng, bumbu kacangnya sedikit. kecapnya juga pake kecap Nasi*nal, kalo saya kan pake kecap Ba*go. Padahal harganya sama-sama Rp8000.” Dari penjabaran singkat tersebut, ada satu kata terbersit dalam kepala saya, yaitu TOTALITAS.

Tukang ketoprak tersebut telah mengajarkan saya tentang arti totalitas. Profesi yang dikerjakan sepenuh hati, dalam rangka ibadah, dan senantiasa memberikan yang terbaik akan membawa keberuntungan dan keberkahan. Tanpa promosi macam-macam pun, kustomer tahu kemana lidahnya harus mengecap rasa, sebab rasa gak bisa bohong.. hehe.. Dari tukang ketoprak tersebut pun saya belajar….